makalah PENELITIAN PENGEMBANGAN ( Pengertian, Tujuan, Karakteristik dan Motif, Langkah-langkah )
PENELITIAN PENGEMBANGAN
( Pengertian, Tujuan, Karakteristik dan Motif, Langkah-langkah )
A.
Pengertian Penelitian Pengembangan
Research andDevelopment (R&D)
Penelitian Pengembangan atau Research and Development (R&D)
saat ini merupakan salah jenis penelitian yang banyak dikembangkan.
Penelitian pengembangan merupakan salah satu jenis penelitian yang
dapat menjadi penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar
dengan penelitian terapan.
Pengertian Penelitian Pengembangan atau Researchand Development (R&D) sering
diartikan sebagai suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu
produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Yang dimaksud dengan
produk dalam konteks ini adalah tidak selalu berbentuk hardware (buku, modul,
alat bantu pembelajaran di kelas dan laboratorium), tetapi bisa juga perangkat
lunak (software) seperti program untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas,
perpustakaan atau laboratorium, ataupun model- model pendidikan, pembelajaran
pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen,dll.
Penelitian Pengembangan atau Research and Development (R&D) menurut Gay (1990) merupakan suatu
usaha atau kegiatan untuk mengembangkan suatu produk yang efektif
untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Sedangkan Borg and Gall
(1983:772) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai berikut:
Educational Research and development (R & D) is a process used to
develop and validate educational products. The steps of this process are
usually referred to as the R & D cycle, which consists of studying research
findings pertinent to the product to be developed, developing the products
based on these findings, field testing it in the setting where it will be used
eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the
filed-testing stage. In more rigorous programs of R&D, this cycle is
repeated until the field-test data indicate that the product meets its
behaviorally defined objectives.
Sedangkan Borg and Gall (1983:772) mendefinisikan penelitian pengembangan
sebagai proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk
pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut sebagai siklus R
& D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan
produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan ini,
bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya , dan
merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap mengajukan
pengujian. Dalam program yang lebih ketat dari R & D, siklus ini diulang
sampai bidang-data uji menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi tujuan
perilaku didefinisikan.
Penelitian pengembangan (R & D) dalam
pendidikan adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk pendidikan. Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut
sebagai siklus R & D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang
berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk
berdasarkan temuan ini, bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan
digunakan akhirnya , dan merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang
ditemukan dalam tahap mengajukan pengujian. Dalam program yang lebih ketat dari
R & D, siklus ini diulang sampai bidang-data uji menunjukkan bahwa produk
tersebut memenuhi tujuan perilaku didefinisikan.
Seals dan Richey (1994) mendefinisikan penelitian pengembangan sebagai
suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi
program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas,
kepraktisan, dan efektifitas. Sedangkan Plomp (1999) menambahkan kriteria
“dapat menunjukkan nilai tambah” selain ketiga kriteria tersebut.
Sedangkan Van den Akker dan Plomp (1993) mendeskripsikan penelitian
pengembangan berdasarkan dua tujuan yakni sebagai pengembangan
prototipe produk dan sebagai perumusan saran-saran metodologis untuk
pendesainan dan evaluasi prototipe produk tersebut
Richey dan Nelson (1996) membedakan penelitian pengembangan atas
dua jenis, yakni pertama penelitian yang difokuskan pada pendesaianan
dan evaluasi atas produk atau program tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang proses pengembangan serta mempelajari kondisi yang mendukung
bagi implementasi program tersebut. Kedua, penelitian yangdipusatkan pada
pengkajian terhadap program pengembangan yang dilakukan sebelumnya. Tujuan tipe
kedua ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang prosedur pendesainan dan
evaluasi yang efektif.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan
dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang
dihasilkan antara lain: bahan pelatihan untuk guru, materi belajar, media,
soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran
B.
Tujuan Penelitian Pengembangan
Pada tujuan penelitian
pengembangan biasanya berisi dua informasi, yaitu (1) masalah yang akan
dipecahkan dan (2) spesifikasi pembelajaran, model, soal, atau perangkat yang
akan dihasilkan untuk memecahkan masalah tersebut. Selama dua aspek ini
terkandung dalam sebuah rumusan masalah penelitian pengembangan, maka rumusan
masalah tersebut sudah benar. Dapat dikatakan
bahwa tujuan Penelitian Pengembangan adalah
menginformasikan proses pengambilan keputusan sepanjang pengembangan dari suatu
produk menjadi berkembang dan kemampuan pengembang untuk menciptakan berbagai
hal dari jenis ini pada situasi kedepan.
Menurut Akker (1999)
tujuan penelitian pengembangan khusus dalam bidang pendidikandibedakan
berdasarkan aspek pengembangan, yakni bagian kurikulum, teknologi dan media,
pelajaran dan instuksi, dan pendidikan guru didaktis. Berikut ini penjelasannya
:
1.
Pada bagian kurikulum
Tujuannya adalah
menginformasikan proses pengambilan keputusan sepanjang pengembangan suatu produk/program
untuk meningkatkan suatu program/produk menjadi berkembang dan kemampuan
pengembang untuk menciptakan berbagai hal dari jenis ini pada situasi ke depan.
2.
Pada bagian teknologi dan media
Tujuannya adalah untuk
menigkatkan proses rancangan instruksional, pengembangan, dan evaluasi yang
didasarkan pada situasi pemecahan masalah spesifik yang lain atau prosedur
pemeriksaan yang digeneralisasi.
3.
Pada bagian pelajaran dan instruksi
Tujuannya adalah untuk
pengembangan dalam dalam perancangan lingkungan pembelajaran, perumusan
kurikulum, dan penaksiran keberhasilan dari pengamatan dan pembelajaran, serta
secara serempak mengusahakan untuk berperan untuk pemahaman fundamental ilmiah.
4.
Pada bagian pendidikan guru dan didaktis
Tujuannya adalah untuk
memberikan kontribusi pembelajaran keprofesionalan para guru dan atau
menyempurnakan perubahan dalam suatu pengaturan spesifik bidang pendidikan.
Pada bagian didaktis, tujuannya untuk menjadikan penelitian pengembangan
sebagai suatu hal interaktif, proses yang melingkar pada penelitian dan
pengembangan dimana gagasan teoritis dari perancang memberi pengembangan produk
yang diuji di dalam kelas yang ditentukan, mendorong secepatnya ke arah
teoritis dan empiris dengan menemukan produk, proses pembelajaran dari pengembang
dan teori instruksional.
C.
Karakteristik dan Motif Penelitian Pengembangan
Menurut Wayan (2009) ada 4 karateristik penelitian pengembangan antara lain
:
- Masalah yang ingin
dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan upaya inovatif atau
penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggung jawaban
profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran.
- Pengembangan
model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar yang
menunjang keefektifan pencapaian kompetensi siswa.
- Proses
pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji
coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang
dihasilkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses
pengembangan, validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya
dideskripsikan secara jelas, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara
akademik.
- Proses
pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan media pembelajaran
perlu didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai
dengan kaidah penelitian yang mencerminkan originalitas.
Sedangkan motif
penelitian pengembangan seperti dikemukankan Akker (1999) antara lain :
- Motif dasarnya
bahwa penelitian kebanyakan dilakukan bersifat tradisional, seperti eksperimen,
survey, analisis korelasi yang fokusnya pada analsis deskriptif yang tidak
memberikan hasil yang berguna untuk desain dan pengembangan dalam
pendidikan.
- Keadaan yang
sangat kompleks dari banyknya perubahan kebijakan di dalam dunia
pendidikan, sehingga diperlukan pendekatan penelitian yang lebih
evolusioner (interaktif dan siklis).
- Penelitian bidang
pendidikan secara umum kebanyakan mengarah pada reputasi yang ragu-ragu
dikarenakan relevasi ketiadaan bukti.
D.
Langkah-langkah Penelitian Pengembangan
Secara umum
langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan mencakup:
a. Potensi dan Masalah
b. Mengumpulkan Informasi
c. Desain Produk
d. Validasi Desain
e. Perbaikan Desain
f. Uji Coba Produk
g. Revisi Produk
h. Ujicoba Pemakaian
i.
Revisi Produk Lanjut
j.
Pembuatan Produk Masal
|
Model Langkah-langkah Penelitian Pengembangan
|
Langkah-langkah
penelitian pengembangan menurut para ahli :
1. Menurut Borg & Gall (1983)
Menurut Borg & Gall
(1983)model procedural menggariskan langkah-langkah umum dalam Penelitian
pengembangan (DEVELOPMENT RESEARCH), sebagai berikut:
a. Penelitian dan
pengumpulan informasi awal
Penelitian dan
pengumpulan informasi, yang meliputi kajian pustaka, pengamatan atau observasi
kelas dan persiapan laporan awal. Penelitian awal atau analisis kebutuhan
sangat penting dilakukan guna memperoleh informasi awal untuk melakukan
pengembangan. Ini bisa dilakukan misalnya melalui pengamatan kelas untuk
melihat kondisi riil lapangan.
b. Perencanaan
Perencanaan, yang
mencakup merumuskan kemampuan, merumuskan tujuan khusus untuk menentukan urutan
bahan, dan uji coba skala kecil. Hal yang sangat urgen dalam tahap ini adalah
merumuskan Tujuan khusus yang ingin dicapai oleh produk yang dikembangkan.
Tujuan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang tepat untuk
mengembangkan program-program atau produk sehingga program atau produk yang
diuji cobakan sesuia dengan Tujuan khusus yang ingin dicapai.
c. Pengembangan format
produk awal
Pengembangan format
produk awal yang mencakup penyiapan bahan-bahan pembelajaran, handbook dan
alat-alat evaluasi. Format pengembangan program yang dimaksud apakah ber upa
bahan cetak, urutan proses, atau prosedur yang dilengkapi dengan video. 4. Uji
coba awal Uji coba awal dilakukan pada satu sampai tiga sekolah yang melibatkan
6-12 subjek dan data hasil wawancara, observasi dan angket dikumpulkan dan
dianalisis.
d. Revisi produk
Tahap ini dilakukan
berdasarkan hasil uji coba awal. Hasil uji coba lapangan tersebut diperoleh
informasi kualitatif tentang program atau produk yang dikembangkan.
e. Uji coba lapangan
Uji coba lapangan
dilakukan terhadap 5-15 sekolah dengan melibatkan 30-100 sub.iek data
kuantitatif. Hasil belajar dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan Tujuan
khusus yang ingin dicapai. Atau jika kemungkinan dibandingkan dengan kelompok
control.
f. Revisi produk
Revisi produk
dikerjakan berdasarkan hasil uji coba lapangan' Hasil uji coba lapangan dengan
melibatkan kelompok subjek lebih besar. Dimaksudkan untuk menentukan
keberhasilan produk dalam pencapaian Tujuan dan mengumpulkan informasi.
g. Uji lapangan
Kegiatan uji coba
lapangan melibatkan 10-30 sekolah terhadap 40-200 subjek yang disertai
wawancara, observasi, dan penyampaian angket kemudian dilakukan analisis.
h. Revisi produk akhir
Kegiatan ini dikerjakan
berdasarkan hasil dari uji lapangan.
i.
Desiminasi dan implementasi
Diseminasi dan
implementasi produk merupakan aktivitas penyebarluasan hasil
pengembangan (proses, prosedur, program, atau produk) kepada para pengguna
yang professional melalui forum pertemuan atau menuliskan dalam jurnal, atau
dalam bentuk buku atau handbook.
2. Menurut Borg dan Hall (1989:775)
Menurut Borg dan Hall
(1989:775) adalah a) Penelitian dan Pengumpulan
Data, b) Perencanaan, c) Pengembangan Produk Awal,
d) Uji coba produk awal / Uji Coba Terbatas, e) Penyempurnaan Produk
Awal, f) Uji Coba Lapangan Lebih Luas, g) Penyempurnaan Produk
Hasil Uji Lapangan Lebih Luas, h) Uji Coba Produk Akhir,
i) Revisi atau Penyempurnaan Produk Akhir, j) Diseminasi dan
Implementasi
a. Penelitian dan
Pengumpulan Data
Pada tahap ini, paling
tidak ada 2 hal yang harus dilakukan yaitu studi literatur dan studi lapangan.
Pada studi literatur, digunakan untuk menemukan konsep-konsep atau
landasan-landasan teoritis yang memperkuat suatu produk. Melalui studi
literatur dikaji pula ruang lingkup suatu produk, keluasaan penggunaan, kondisi
pendukung, dll. Melalui studi literatur diketahui pula langkah-langkah yang
paling tepat untuk mengembangkan produk. Studi literatur juga akan meberikan
gambaran hasil-hasil penelitian terdahulu yang bisa sebagai bahan perbandingan
untuk mengembangkan suatu produk tertentu. Selain studi literatur, perlu juga
dilakukan studi lapangan atau dengan kata lain disebut sebagai pengukuran
kebutuhan dan penelitian dalam skala kecil (Sukmadinata: 2005). Dalam
mengembangkan suatu produk, sebaiknya didasarkan atas pengukuran kebutuhan (need
assessment).
b. Perencanaan
Berdasarkan studi
pendahuluan yang telah dilakukan, maka dibuat perencanaan / rancangan produk
yang antara lain mencakup : a) tujuan dari penggunaan produk; b) siapa pengguna
dari produk tersebut; c) deskripsi dari komponen-komponen produk dan
penggunaannya.
c.
Pengembangan Produk Awal
Pengembangan produk
awal merupakan draft kasar dari produk yang akan dibuat.Meskipun demikian,
draft produk tersebut harus disusun selengkap dan sesempurna mungkin. Draft
atau produk awal dikembangkan oleh peneliti bekerja sama atau meminta bantuan
para ahli dan atau praktisi yang sesuai dengan bidang keahliannya (uji coba di
belakang meja/ desk try out atau desk evaluation).Pada tahap ini sering juga
disebut dengan tahap validasi ahli. Uji coba atau evaluasi oleh ahli bersifat
perkiraan atau judgment, berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari para
peneliti dan ahli. Uji coba lapangan akan mendapatkan kelayakan secara mikro,
kasus demi kasus untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum atau
digeneralisasi.
d. Uji coba produk awal /
Uji Coba Terbatas
Setelah uji coba diatas
meja, maka dilakukan uji coba lapangan di sekolah ataupun di laboratorium.
Menurut Borg and Hall (1989), uji coba lapangan produk awal disarankan
dilakukan pada 1 sampai 3 sekolah dengan jumlah responden antara 10 sampai 30
orang. Selama pelaksanaan uji coba di lapangan, peneliti mengadakan pengamatan
secara intensif dan mencatat hal-hal penting yang dilakukan oleh responden yang
akan dijadikan bahan untuk penyempurnaan produk awal tersebut.
e. Penyempurnaan Produk
Awal
Penyempurnaan produk
awal akan dilakukan setelah dilakukan uji coba lapangan secara terbatas. Pada
tahap penyempurnaan produk awal ini, lebih banyak dilakukan dengan pendekatan
kualitatif. Evaluasi yang dilakukan lebih pada evaluasi terhadap proses,
sehingga perbaikan yang dilakukan bersifat perbaikan internal.
f.
Uji Coba Lapangan Lebih Luas
Meskipun sudah
diperoleh produk yang lebih sempurna, tetapi uji coba dan penyempurnaan produk
masih perlu dilakukan sekali lagi. Hal ini dilakukan agar produk yang
dikembangkan memenuhi standar tertentu. Oleh karena itu target populasinyapun
harus disesuaikan. Uji coba dan penyempurnaan pada tahap produk awal masih
difokuskan kepada pengembangan dan penyempurnaan materi produk, belum
memperhatikan kelayakan dalam konteks populasi. Kelayakan populasi dilakukan
dalam uji coba dan penyempurnaan produk yang telah disempurnakan. Dalam tahap
ini, uji coba dan penyempurnaan dilakukan dalam jumlah sampel yang lebih besar.
Borg dan Gall (1989), menyarankan dalam tahap ini digunakan sampel sekolah 5
sampai dengan 15 sekolah, dengan sampel subjek antara 30 sampai 100 orang (Ini
bersifat relatif, tergantung jumlah-kategori-dan karakteristik populasi).
Langkah-langkah uji coba produk yang telah disempurnakan sama persis dengan uji
coba produk awal, hanya jumlah sampelnya saja yang berbeda.
g. Penyempurnaan Produk
Hasil Uji Lapangan Lebih Luas
Penyempurnaan produk
dari hasil uji lapangan lebih luas ini akan lebih memantapkan produk yang kita
kembangkan, karena pada tahap uji coba lapangan sebelumnya dilaksanakan dengan
adanya kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah pretest dan posttest.
Selain perbaikan yang bersifat internal. Penyempurnaan produk ini didasarkan
pada evaluasi hasil sehingga pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
kuantitatif.
h. Uji Coba Produk Akhir
Pengujian produk akhir,
dimaksudkan untuk menguji apakah suatu produk pendidikan layak dan memiliki
keunggulan dalam tataran praktek. Dalam pengujian ini tujuannya bukan lagi
menyempurnakan produk, karena produk diasumsikan sudah sempurna. Pengujian
produk akhir, dapat dilakukan pada sekolah yang sama dengan pada tahap ujicoba
kedua ataupun berbeda dengan jumlah sampel yang sama. Dalam pengujian produk
akhir, sebaiknya digunakan kelompok kontrol. Pengujian dilaksanakan dalam
bentuk desain eksperimen. Model desain yang digunakan adalah “The randomized
pretest-postest control group design” atau minimal “the matching only
pretests-posttest Control Group Design”. Desain pertama merupakan desain
eksperimen murni, karena kedua kelompok eksperimen dirandom atau disamakan.
Desain kedua termasuk eksperimen kuasi, sebab kedua kelompok eksperimen hanya
dipasangkan.
i.
Revisi atau Penyempurnaan Produk Akhir
Penyempurnaan produk
akhir dipandang perlu untuk lebih akuratnya produk yang dikembangkan. Pada
tahap ini sudah didapatkan suatu produk yang tingkat efektivitasnya dapat
dipertanggungjawabkan. Hasil penyempurnaan produk akhir memiliki nilai
“generalisasi” yang dapat diandalkan.
j.
Diseminasi dan Implementasi
Setelah dihasilkan
suatu produk final yang sudah teruji keampuhannya, langkah selanjutnya adalah
desiminasi, implementasi, dan institusionalisasi. Desiminasi dari suatu produk,
yang dikembangkan akan membutuhkan sosialisasi yang cukup panjang dan lama.
Biasanya prses desiminasi dan implementasi akan bergadapan dengan berbagai
masalah kebijakan, legalitas, pendanaan, dll.
Penelitian
Pengembangan dalam bidang pendidikan biasanya dimulai dengan
identifikasi masalah pembelajaran yang ditemui di kelas oleh guru yang akan
melakukan penelitian. Yang dimaksud masalah pembelajaran.dalam penelitian
pengembangan adalah masalah yang terkait dengan perangkat pembelajaran, seperti
silabus, bahan ajar, lembar kerja siswa, media pembelajaran, tes untuk mengukur
hasil belajar, dsb. Perangkat pembelajaran dianggap menjadi masalah karena
belum ada, atau ada tetapi tidak memenuhi kebutuhan pembelajaran, atau ada
tetapi perlu diperbaiki, dsb. Tentunya tidak semua masalah perangkat
pembelajaran akan diselesaikan sekaligus, satu masalah perangkat pembelajaran
saja yang dipilih sebagai prioritas untuk diselesaikan lebih dulu.
Tahap berikutnya adalah
mengkaji teori tentang pengembangan perangkat pembelajaran yang
relevan dengan yang akan dikembangkan. Setelah menguasai teori terkait dengan
pengembangan perangkat pembelajaran, peneliti kemudian bekerja mengembangkan draftperangkat
pembelajaran berdasarkan teori yang relevan yang telah dipelajari. Setelah
selesai dikembangkan, draft harus berulangkali direview sendiri oleh peneliti
atau dibantu oleh teman sejawat (peer review).
Setelah diyakini bagus
sesuai dengan yang diharapkan, draft tersebut dimintakan
masukan kepada para ahli yang relevan (expert validation).
Masukan dari para ahli dijadikan dasar untuk perbaikan terhadap draft.
Setelah draft direvisi berdasar masukan dari para ahli,
langkah berikutnya adalah menguji-coba draft tersebut.
Uji-coba disesuaikan dengan penggunaan perangkat. Bila yang
dikembangkan adalah bahan ajar, maka uji-cobanya adalah digunakan untuk
mengajar kepada siswa yang akan membutuhkan perangkat tersebut. Uji-coba bisa
dilakukan pada beberapa bagian saja terhadap sekelompok kecil siswa, atau satu
kelas. Bila yang diuji-coba adalah silabus, maka uji-cobanya adalah terhadap
guru yang akan menggunakan silabus tersebut. Kegiatan uji-cobanya adalah
meminta guru menggunakan silabus untuk menyusun Rencana Program Pembelajaran
(RPP).
Tujuan uji-coba adalah
untuk melihat apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diterima
atau tidak. Dari hasil uji-coba, beberapa bagian mungkin memerlukan revisi.
Kegiatan terakhir adalah revisi terhadap draft menjadi draft akhir
perangkat pembelajaran tersebut.
3. Menurut Akker (1999)
Menurut Akker (1999),
ada 4 tahap dalam penelitian pengembangan yang biasa dilakukan dalam
dunia pendidikan yaitu :
1.
Pemeriksaan pendahuluan (preliminary inverstigation).
Pemeriksaan pendahuluan
yang sistematis dan intensif dari permasalahan mencakup:
·
tinjauan ulang literatur,
·
konsultasi tenaga ahli,
·
analisa tentang ketersediaan contoh untuk tujuan yang terkait, dan
·
studi kasus dari praktek yang umum untuk merincikan kebutuhan.
2.
Penyesuaian teoritis (theoretical embedding)
Usaha yang lebih
sistematis dibuat untuk menerapkan dasar pengetahuan dalam mengutarakan dasar
pemikiran yang teoritis untuk pilihan rancangan.
3.
Uji empiris (empirical testing)
Bukti empiris yang
jelas menunjukkan tentang kepraktisan dan efektivitas dari intervensi.
4.
Proses dan hasil dokumentasi, analisa dan refleksi (documentation,analysis,
and
reflection on process
and outcome). Implementasi dan
hasilnya untuk berperan pada spesifikasi dan perluasan metodologi rancangan dan
pengembangan penelitian.
Metode penelitian
pengembangan tidaklah berbeda jauh dari penelitian pendekatan penelitian
lainya. Namun, pada penelitian pengembangan difokuskan pada 2 tahap yaitu
tahap preliminarydan tahap formative evaluation (Tessmer,
1993) yang meliputi self evaluation, prototyping (expert reviews dan one-to-one,
dan small group), serta field test. Adapun alur
desain formative evaluation sebagai berikut :
|
Gambar 1. Alur
Desain formative evaluation (Tessmer, 1993)
|
1.
Tahap Preliminary
Pada tahap ini,
peneliti akan menentukan tempat dan subjek penelitian seperti dengan cara
menghubungi kepala sekolah dan guru mata pelajaran disekolah yang akan menjadi
lokasi penelitian. Selanjutnya peneliti akan mengadakan persiapan-persiapan
lainnya, seperti mengatur jadwal penelitian dan prosedur kerja sama dengan guru
kelas yang dijadikan tempat penelitian.
2.
Tahap Formative Evaluation
1) Self
Evaluation
·
Analisis
Tahap ini merupakan langkah awal penelitian pengembangan. Peneliti dalam
hal inin akan melakukan analisis siswa, analisis kurikulum, dan analisis
perangkat atau bahan yang akan dikembangkan.
·
Desain
Pada tahap ini peneliti akan mendesain perangkat yang akan dikembangkan
yang meliputi pendesainan kisi-kisi, tujuan, dan metode yang akan di
kembangkan. Kemudian hasil desain yang telah diperoleh dapat di validasi teknik
validasi yang telah ada seperti dengan teknik triangulasi data yakni desain
tersebut divalidasi oleh pakar (expert) dan teman sejawat. .
2) Prototyping
Hasil pendesainan pada prototipe pertama yang dikembangkan atas dasar self
evaluationdiberikan pada pakar (expert review) dan siswa (one-to-one)
secara paralel. Dari hasil keduanya dijadikan bahan revisi. Hasil revisi pada
prototipe pertama dinamakan dengan prototipe kedua.
·
Expert Review
Pada tahap expert review, produk yang telah didesain dicermati,
dinilai dan dievaluasi oleh pakar. Pakar-pakar tadi menelaah konten, konstruk,
dan bahasa dari masing-masing prototipe. Saran–saran para pakar digunakan untuk
merevisi perangkat yang dikembangkan. Pada tahap ini, tanggapan dan saran dari
para pakar (validator) tentang desain yang telah dibuat ditulis pada lembar
validasi sebagai bahan merevisi dan menyatakan bahwa apakah desain ini telah
valid atau tidak.
·
One-to-one
Pada tahap one-to-one, peneliti mengujicobakan desain yang
telah dikembangkan kepada siswa/guru yang menjadi tester. Hasil dari
pelaksanaan ini digunakan untuk merevisi desain yang telah dibuat.
·
Small group
Hasil revisi dari expert dan kesulitan yang dialami pada
saat uji coba pada prototipe pertama dijadikan dasar untuk merevisi prototipe
tersebut dan dinamakan prototipe kedua kemudian hasilnya diujicobakan
pada small group. Hasil dari pelaksanaan ini digunakan untuk revisi
sebelum diujicobakan pada tahap field test. Hasil revisi soal
berdasarkan saran/komentar siswa pada small group dan hasil
analisis butir soal ini dinamakan prototipe ketiga.
3) Field
Test
Saran-saran serta hasil ujicoba pada prototipe kedua dijadikan dasar untuk
merevisi desain prototipe kedua. Hasil revisi diujicobakan ke
subjek penelitian dalam hal ini sebagai uji lapangan atau field
test.
Produk yang telah diujicobakan pada uji lapangan haruslah produk yang telah memenuhi
kriteria kualitas. Akker (1999) mengemukakan bahwa tiga kriteria kualitas adalah:
validitas, kepraktisan, dan efektivitas (memiliki efek potensial).
4. Dick dan Carey
Gambar Model Pengembangan
Dick,Carey, and Carey
Secara singkat
berikut penjelasan mengenai langkah-langkah Model Penelitian Pengembangan Dick
& Carey :
1.
Analisis Kebutuhan dan Tujuan (Identity Instructional Goal (s)).
Melakukan
analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan program atau produk yang akan
dikembangkan. Kegiatan analis kebutuhan ini peneliti mengidentifikasi kebutuhan
prioritas yang segera perlu dipenuhi. Dengan mengkaji kebutuhan, pengembang
akan mengetahui adanya suatu keadaan yang seharusnya ada (what should be) dan
keadaan nyata atau riil di lapangan yang sebenarnya (what is). Dengan
cara “melihat” kesenjangan atau gap yang terjadi, pengembangan mencoba
menawarkan suatu alternatif pemecahan dengan cara mengembangkan suatu produk
atau desain tertentu. Tentu saja, rencana yang akan dilakukan itu dilandasi
dari segi teori dan kajian empiris yang sudah ada sebelumnya, bahwa hal
tersebut memang patut atau layak dilakukan atau diadakan pengkajian lebih luas
lagi. Dengan kata lain, bahwa berdasarkan analisis ini pula, pengembangan
mengetengahkan suatu persoalan atau kesenjangan dan sekaligus menawarkan
solusinya.
2.
Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis).
Apabila yang
dipilih adalah latar pembelajaran, maka langkah berikutnya pengembangan melakukan
analisis pembelajaran, yang mencakup ketrampilan, proses, prosedur, dan
tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal-hal apa saja yang
menjadi kebutuhan yang dirasakan “felt need”, perlu diidentifikasi dan
selanjutnya diungkapkan dalam rancangan produk atau desain yang ingin
dikembangkan. Ini menjadi spesifikasi suatu produk atau desain yang akan
dikembangkan lebih lanjut dan memiliki kekhasan tersendiri.
3.
Analisis Pembelajar dan Konteks (Analyze Learners and Contexts).
Analisis ini
bisa dilakukan secara simultan bersamaan dengan analisis pembelajaran di atas,
atau dilakukan setelah analisis pembelajaran. Menganalis pembelajar dan
konteks, yang mencakup kemampuan, sikap, karakteristik awal pembelajar dalam
latar pembelajaran. Dan juga termasuk karakteristik latar pembelajaran tersebut
di mana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan untuk merancang
strategi instrusional.
4.
Merumuskan Tujuan Performasi (Write Performance Objectives).
Merumuskan
tujaun performasi atau untuk kerja dilakukan setelah analisis-analisis
pembelajar dan konteks. Merumuskan tujuan untuk kerja, atau operasional.
Gambaran rumusan oprasional ini mencerminkan tujuan khusus program atau produk,
prosedur yang dikembangkan. Tujuan ini secara spesifik memberikan informasi
untuk mengembangkan butir-butir tes. Pengembang melakukan penerjemahan tujuan
umum atau dari standar kompetensi yang telah ada ke dalam tujuan khusus yang
lebih operasional dengan indikator-indikator tertentu.
5.
Mengembangkan Instrumen (Develop Assesment Instruments).
Langkah
berikutnya adalah mengembangkan instrumen assessment, yang secara
langsung berkaitan dengan tujuan khusus, operasional. Tugas mengembangkan
instrumen ini menjadi sangat penting. Karena instrumen dalam hal ini bisa
berkaitan langsung dengan tujuan operasional yang ingin dicapai berdasarkan
indikator-indikator tertentu, dan juga instrumen untuk mengukur perangkat
produk atau desain yang dikembangkan. Instrumen yang berkaitan dengan tujuan
khusus berupa tes hasil belajar, sedangkan instrumen yang berkaitan dengan
perangkat produk atau desain yang dikembangkan dapat berupa kuesioner atau
daftar cek.
6.
Mengembangkan Strategi Instruksional (Develop Instructional
Strategy).
Mengembangkan
strategi instruksional, yang secara spesifik untuk membantu pembelajar untuk
mencapai tujuan khusus. Strategi instruksional tertentu yang dirancang khusus
untuk mencapai tujuan dinyatakan secara eksplisit oleh pengembang. Strategi
pembelajaran yang dirancang ini juga berkaitan dengan produk atau desain yang ingin
dikembangkan. Sebagai contoh, apabila pengembang ingin membuat produk media
gambar, maka strategi apa yang dipakai untuk membuat mempresentasikan media
gambar tersebut. Apabila pengembang ingin mengembangkan suatu desain
pembelajaran tertentu, maka strategi apa yang cocok dan dipilih untuk menunjang
desain tersebut. Jadi dengan pendek kata, peranan strategi tetap sangat penting
dalam kaitannya dengan proses pengembangan yang ingin dilakukan.
7.
Mengembangkan dan Memilih Material Instruksional (Develop and Select
Instructional Materials).
Langkah ini
merupakan kegiatan nyata yang dilakukan oleh pengembang. Mengembangkan dan
memilih bahan pembelajaran, yang dalam hal ini dapat berupa : bahan cetak,
manual baik untuk pebelajar maupun pembelajarn, dan media lain yang dirancang
untuk mendukung pencapaian tujuan. Produk atau desain yang dikembangkan
berdasarkan tipe, jenis, dan model tertentu perlu diberikan argumen atau alasan
mengapa memilih dan mengembangkan berdasarkan tipe atau model tersebut. Alasan
memilih tipe atau model tersebut biasanya dikemukakan dalam subbagian model
pengembangan.
8.
Merancang dan Melakukan Evaluasi Formatif (Design and Conduct
Formative Evaluation of Instruction).
Merancang dan melakukan evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang
dilaksanakan oleh pengembang selama proses, prosedur, program atau produk
dikembangkan. Atau, evaluasi formatif ini dilakukan pada saat proses
pembelajaran berlangsung dengan maksud untuk mendukung proses peningkatan
efektivitas.
Dalam kondisi tertentu, pengembang cukup sampai pada langkah ini
Dick & Carey merekomendasikan suatu proses evaluasi formatif yang terdiri
dari tiga langkah :
1.
Uji coba prototipe bahan secara perorangan (one-to-one trying out)
; uji coba perorangan ini dilakukan untuk memperoleh masukan awal tentang
produk atau rancangan tertentu. Uji coba perorangan dilakukan kepada subjek 1-3
orang. Setelah itu dilakukan uji coba perorangan, produk, atau rancangan
revisi.
2.
Uji coba kelompok kecil (small group tryout). Uji coba ini
melibatkan subjek yang terdiri atas 6-8 subjek. Hasil uji coba kelompok kecil
ini dipakai untuk melakukan revisi produk atau rancangan.
3.
Uji coba lapangan (field tryout). Uji coba ini melibatkan subjek
dalam kelas yang lebih besar yakni sekitar 15-30 subjek (a whole class of
learners).
Selama uji coba
ini, pengembang melakukan observasi dan wawancara. Dengan demikian, pengembang
melakukan pendekatan kualitatif disamping data kuantitatif (hasil tes, skala
sikap, rubrik dan sebagainya). Hasil validasi dari langkah 8 inilah yang
kemudian dipakai untuk melakukan revisi di langkah selanjutnya.
9.
Melakukan Revisi Instruksional (Revise Instruction).
Revisi
dilakuakn terhadap proses (pembelajaran), prosedur, program, atau produk yang
dikaitkan dengan langkah-langkah sebelumnya. Revisi dilakukan terhadap
tujuh langkah pertama yaitu mulai dari : tujuan umum pembelajaran, analisis
pembelajaran, perilaku awal, tujuan unjuk kerja atau performansi, butir tes,
strategi pembelajaran dan/atau bahan-bahan pembelajaran. Strategi instruksional
ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini dimasukkan ke dalam revisi
instruksional untuk membuatnya menjadi alat instruksional yang lebih efektif.
10. Merancang dan
Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design and Conduct Summative Evaluation).
Hasil-hasil
pada tahap revisi instruksional dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang
dibutuhkan. Hasil perangkat tersebut selanjutnya divalidasi dan diujicobakan
atau diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. Setelah suatu produk,
program atau proses pengembangan selesai dikembangkan, langkah berikutnya
melakukan evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk menentukan tingkat efektivitas produk, program, atau proses secara
keseluruhan dibandingkan dengan program lain.
Untuk keperluan
pengembangan ini biasanya peneliti hanya menggunakan sampai langkah kesembilan,
yakni evaluasi formatif di mana rancangan, proses, atau program sudah dianggap
selesai. Akan tetapi, untuk keperluan uji efektivitas rancangan, proses, dan
program secara menyeluruh diperlukan uji atau evaluasi secara eksternal. Dengan
demikian, diperoleh tingkat efisiensi, efektiviras dan daya tarik rancangan,
proses dan program secara menyeluruh.
Kekurangan dan Kelebihan Penelitian Pengembangan Dick and Carey
Kelebihan Model Dick and Carey
Dengan melihat
langkah-langkah yang telah disebutkan , maka dapat kita lihat bahwa model Dick
and Carey ini merupakan tahapan prosedural, dari tahapan prosedural semacam ini
dapat dilihat beberapa kelebihan dari model ini diantaranya :
1.
Setiap langkah jelas dan mudah diikuti. Tahapan-tahapan model ini
merupakan tahapan logis sederhana, artinya desain ini merupakan arah dan cara
berpikir dari kebanyakan orang untuk mencapai suatu tujuan atau program.
2.
Teratur, efektif, dan efisien.Langkah-langkah yang dijelaskan tiap
tahap akan menghindarkan desainer dari multitafsir, sehingga setiap desainer
akan melewati urutan yang sama. Bandingkan dengan model sirkular, yang
memungkinkan desainer memilih langkah yang mungkin. Selain itu, karena telah
terperinci urutannya, model ini menjadi satu arah, jelas, dan efektif.
3.
Walaupun secara tahapan, merupakan tahapan prosedur, akan tetapi
pada model ini masih menyediakan ruang perbaikan yaitu pada langkah ke-9.
Adanya revisi pada analisis pembelajaran, memungkinkan perbaikan apabila
terjadi kesalahan dan dapat segera dapat dilakukan perubahan pada analisis
instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi
kesalahan pada komponen setelahnya.
4.
Model Dick and Carey sangat sesuai untuk design pembelajaran,
bahkan Gall menyebutkan bahwa tak hanya cocok digunakan untuk design
pembelajaran namun juga untuk penelitian pendidikan secara umum.
5.
Model Dick and Carey diacu sebagai model teoretis mandiri dalam
ranah disiplin desain pembelajaran dan menjadi salah satu model pengembangan
dalam Research and Development (R&D).
6.
Model Dick and Carey relatif sederhana, namun tahapan dan komponen
yang dikembangkan rinci
7.
Setiap langkah model Dick and Carey adalah suatu prosedur yang
sangat sistematis bila dibandingkan dengan model-model instructional lainnya.
Mulai dari tahap awal pengembangan sampai kepada desiminasi produk yang
dikembangkan dengan melakukan proses perbaikan yang berlangsung secara
terus-menerus hingga target (standar kualitas) produk yang dikembangkan
tercapai, yaitu efektif, efisien dan berkualitas.
Kelemahan Model Dick Carey
1.
Walaupun model pembelajaran Dick and Carey ini terlihat sangat
sistematis, logis, dan sederhana, akan tetapi kita dapat melihat beberapa
kekurangan, diantaranya adalah :
2.
Desain ini merupakan desain prosedural, artinya desainer harus
melewati tahapan-tahapan yang ditentukan, sehingga model desain pembelajaran
Dick dan Carey terkesan kaku, karena setiap langkah telah di tentukan
3.
Desain Model ini merupakan desain yang matang, artinya tidak
menyediakan ruang untuk uji coba dan kegiatan revisi baru dilaksanakan setelah
diadakan tes formatif.
4.
Jika pembelajaran menggunakan basis internet dan model interaktif,
dimana guru tidak bertemu langsung dengan siswa-siswanya, kecuali interaksi
dengan satu atau dua orang siswa. Model ini akan mengalami kesulitan, terutama
ketika harus menganalisis karakteristik siswa.
5.
Pada tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi
pembelajaran maupun pada pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak
nampak secara jelas ada tidaknya penilaian pakar (validasi).
5. Thiagarajan, dkk)
Model
pengembangan perangkat Four-D Model disarankan oleh Sivasailam
Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel (1974). Model ini terdiri
dari 4 tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop,
dan Disseminate atau diadaptasikan menjadi model 4-D, yaitu
pendefinisian, perancangan, pengembangan, dan penyebaran.
Tahap I: Define (Pendefinisian)
Tahap define adalah
tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran.
Tahap define ini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis ujung
depan (front-end analysis), analisis siswa (learner analysis),
analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis) dan
perumusan tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives).
1.
Analisis Ujung Depan (front-end analysis)
Menurut
Thiagarajan, dkk (1974), analisis ujung depan bertujuan untuk memunculkan dan
menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran, sehingga diperlukan
suatu pengembangan bahan ajar. Dengan analisis ini akan didapatkan gambaran
fakta, harapan dan alternatif penyelesaian masalah dasar, yang memudahkan dalam
penentuan atau pemilihan bahan ajar yang dikembangkan.
2.
Analisis Siswa (learner analysis)
Menurut Thiagarajan,
dkk (1974), analisis siswa merupakan telaah tentang karakteristik siswa yang
sesuai dengan desain pengembangan perangkat pembelajaran. Karakteristik itu
meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan
kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang berkaitan
dengan topik pembelajaran, media, format dan bahasa yang dipilih. Analisis
siswa dilakukan untuk mendapatkan gambaran karakteristik siswa, antara lain:
(1) tingkat kemampuan atau perkembangan intelektualnya, (2)
keterampilan-keterampilan individu atau sosial yang sudah dimiliki dan dapat
dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
3.
Analisis konsep (concept analysis)
Analisis konsep
menurut Thiagarajan, dkk (1974) dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok
yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci
konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan yang tidak relevan.
Analisis membantu mengidentifikasi kemungkinan contoh dan bukan contoh untuk
digambarkan dalam mengantar proses pengembangan.
Analisis konsep
sangat diperlukan guna mengidentifikasi pengetahuan-pengetahuan deklaratif atau
prosedural pada materi matematika yang akan dikembangkan. Analisis konsep
merupakan satu langkah penting untuk memenuhi prinsip kecukupan dalam membangun
konsep atas materi-materi yang digunakan sebagai sarana pencapaian kompetensi
dasar dan standar kompetensi.
Mendukung
analisis konsep ini, analisis-analisis yang perlu dilakukan adalah (1) analisis
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk menentukan jumlah
dan jenis bahan ajar, (2) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan
mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung penyusunan bahan ajar.
4.
Analisis Tugas (task analysis)
Analisis tugas
menurut Thiagarajan, dkk (1974) bertujuan untuk mengidentifikasi
keterampilan-keterampilan utama yang akan dikaji oleh peneliti dan
menganalisisnya kedalam himpunan keterampilan tambahan yang mungkin diperlukan.
Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas dalam materi
pembelajaran.
5.
Perumusan Tujuan Pembelajaran (specifying instructional
objectives)
Perumusan
tujuan pembelajaran menurut Thiagarajan, dkk (1974) berguna untuk merangkum
hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek
penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan
merancang perangkat pembelajaran yang kemudian di integrasikan ke dalam materi
perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.
Tahap
II: Design (Perancangan)
Tahap
perancangan bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran. Empat langkah
yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: (1) penyusunan standar
tes (criterion-test construction), (2) pemilihan media (media
selection) yang sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan
pembelajaran, (3) pemilihan format (format selection), yakni mengkaji
format-format bahan ajar yang ada dan menetapkan format bahan ajar yang akan
dikembangkan, (4) membuat rancangan awal (initial design) sesuai
format yang dipilih. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.
Penyusunan tes acuan patokan (constructing
criterion-referenced test)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974), penyusunan tes acuan patokan
merupakan langkah yang menghubungkan antara tahap
pendefinisian (define) dengan tahap perancangan (design). Tes
acuan patokan disusunberdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis
siswa, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang
dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Penskoran
hasil tes menggunakan panduan evaluasi yang memuat kunci dan pedoman penskoran
setiap butir soal.
2.
Pemilihan media (media selection)
3.
Pemilihan media dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran
yang relevan dengan karakteristik materi. Lebih dari itu, media dipilih untuk
menyesuaikan dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target
pengguna, serta rencana penyebaran dengan atribut yang bervariasi dari media
yang berbeda-beda.hal ini berguna untuk membantu siswa dalam
pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan bahan ajar dalam proses pengembangan bahan ajar pada
pembelajaran di kelas.
4.
Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format dalam pengembangan perangkat pembelajaran ini
dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan
strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format yang
dipilih adalah yang memenuhi kriteria menarik, memudahkan dan membantu dalam
pembelajaran matematika realistik.
5.
Rancangan awal (initial design)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 7) “initial design is the
presenting of the essential instruction through appropriate media and in a
suitable sequence.” Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan
seluruh perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba
dilaksanakan. Hal ini juga meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang
terstruktur seperti membaca teks, wawancara, dan praktek kemampuan pembelajaran
yang berbeda melalui praktek mengajar.
Tahap
III: Develop (Pengembangan)
Tahap
pengembangan adalah tahap untuk menghasilkan produk pengembangan yang dilakukan
melalui dua langkah, yakni: (1) penilaian ahli (expert
appraisal) yang diikuti dengan revisi, (2) uji coba
pengembangan (developmental testing).
Tujuan tahap
pengembangan ini adalah untuk menghasilkan bentuk akhir perangkat pembelajaran
setelah melalui revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/praktisi dan data
hasil ujicoba. Langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1.
Validasi ahli/praktisi (expert appraisal)
Menurut Thiagarajan, dkk (1974: 8), “expert appraisal is a
technique for obtaining suggestions for the improvement of the
material.” Penilaian para ahli/praktisi terhadap perangkat pembelajaran
mencakup: format, bahasa, ilustrasi dan isi. Berdasarkan masukan dari para
ahli, materi pembelajaran di revisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah
digunakan, dan memiliki kualitas teknik yang tinggi.
2.
Uji coba pengembangan (developmental testing)
Ujicoba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa
respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap perangkat
pembelajaran yang telah disusun. Menurut Thiagarajan, dkk
(1974) ujicoba, revisi dan ujicoba kembali terus dilakukan hingga
diperoleh perangkat yang konsisten dan efektif.
Tahap
IV: Disseminate (Penyebaran)
Proses
diseminasi merupakan suatu tahap akhir pengembangan. Tahap diseminasi dilakukan
untuk mempromosikan produk pengembangan agar bisa diterima pengguna, baik
individu, suatu kelompok, atau sistem. Produsen dan distributor harus selektif
dan bekerja sama untuk mengemas materi dalam bentuk yang tepat. Menurut Thiagarajan
dkk, (1974: 9), “the terminal stages of final packaging, diffusion, and
adoption are most important although most frequently overlooked.”
Diseminasi bisa
dilakukan di kelas lain dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan
perangkat dalam proses pembelajaran. Penyebaran dapat juga dilakukan melalui
sebuah proses penularan kepada para praktisi pembelajaran terkait dalam suatu
forum tertentu. Bentuk diseminasi ini dengan tujuan untuk mendapatkan masukan,
koreksi, saran, penilaian, untuk menyempurnakan produk akhir pengembangan agar
siap diadopsi oleh para pengguna produk.Beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian dalam melakukan diseminasi adalah: (1) analisis pengguna, (2)
menentukan strategi dan tema, (3) pemilihan waktu, dan (4) pemilihan media.
1.
Analisis Pengguna
Analisis pengguna adalah langkah awal dalam tahapan diseminasi
untuk mengetahui atau menentukan pengguna produk yang telah dikembangkan.
Menurut Thiagarajan, dkk (1974), pengguna produk bisa dalam bentuk
individu/perorangan atau kelompok seperti: universitas yang memiliki
fakultas/program studi kependidikan, organisasi/lembaga persatuan guru,
sekolah, guru-guru, orangtua siswa, komunitas tertentu, departemen pendidikan
nasional, komite kurikulum, atau lembaga pendidikan yang khusus menangani anak
cacat.
2.
Penentuan strategi dan tema penyebaran
Strategi penyebaran adalah rancangan untuk pencapaian penerimaan
produk oleh calon pengguna produk pengembangan. Guba (Thiagarajan, 1974)
memberikan beberapa strategi penyebaran yang dapat digunakan berdasarkan asumsi
pengguna diantaranya adalah: (1) strategi nilai, (2) strategi
rasional, (3) strategi didaktik, (4) strategi psikologis, (5) strategi
ekonomi dan (6) strategi kekuasaan.
3.
Waktu
Menurut Thiagarajan, dkk (1974) selain menentukan strategi dan
tema, peneliti juga harus merencanakan waktu penyebaran. Penentuan waktu ini
sangat penting khususnya bagi pengguna produk dalam menentukan apakah produk
akan digunakan atau tidak (menolaknya).
4.
Pemilihan media penyebaran
Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam penyebaran produk, beberapa
jenis media dapat digunakan. Media tersebut dapat berbentuk jurnal pendidikan,
majalah pendidikan, konferensi, pertemuan, dan perjanjian dalam berbagai jenis
serta melalui pengiriman lewat e-mail.
Untuk kepentingan diseminasi ini, Thiagarajan, dkk (1974: 173)
menetapkan kriteria keefektifan diseminasi, yaitu
1.
Clarity. Information should be clearly stated, with a
particular audience in mind.
2.
Validity. The information should present a true picture.
3.
Pervasiveness. The information should reach all of the intended
audience.
4.
Impact. The information should evoke the desire response from
intended audience.
5.
Timeliness. The information should be disseminated at the most
opportune time.
6.
Practicality. The information should be presented in the form best
suited to the scope of the project, considering such limitations as distance
and available resources.
Untuk kepentingan penelitian, model pengembangan Thiagarajan, dkk
(1974) yang ditetapkan di atas perlu disesuaikan dengan rancangan penelitian
dalam batasan rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bustang. 2010. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Berbahasa Inggris Berbasis Realistik pada SMP Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional.
Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. 1974. Instructional
Development for Training Teachers of Expectional Children. Minneapolis,
Minnesota: Leadership Training Institute/Special Education, University of
Minnesota.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Alfa Beta
Walter Dick, Lou Carey. 2001. The Systemic Design of
Instruction. United State: Addison-Wesley Educational Publishers Inc
Wina Sanjaya. 2013. Perencanaan dan Designe Sistem
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
Komentar
Posting Komentar